Pages

Rabu, 11 Mei 2011

KTI KEBIDANAN NEW : STUDI DESKRIPTIF PENATALAKSANAAN CARA MEMANDIKAN NEONATUS 0-7 HARI TERHADAP IBU NIFAS DI BPS DESA ............. KECAMATAN ......... KABUPATEN ........

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu di Indonesia masih yang paling tinggi di Asia Tenggara
yakni 307 per seratus ribu kelahiran hidup yang berarti 50 ibu meninggal setiap hari
karena komplikasi persalinan dan saat melahirkan, itu menurut data tahun 2003
Angka tersebut, menurut Direktur Bisa Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan
telah turun menjadi 290,8 per seratus ribu kelahiran hidup pada 2005. Namun
demikian kondisi itu belum merubah status Indonesia sebagai negara dengan angka
kematian ibu tertinggi di Asia Tenggara karena angka kematian ibu di negara-negara
Asia Tenggara lainnya masih jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia. Angka
kematian ibu Indonesia tahun 2005 juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ratarata
angka kematian ibu di Asia Timur yang menurut data Unicef sebesar 110 per
seratus ribu kelahiran hidup
Dalam rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia
tahun 2001-2002 disebutkan bahwa dalam konteks Rencana Pembangunan Kesehatan
Menuju Indonesia Sehat 2010, visi MPS adalah kehamilan dan persalinan di
Indonesia berlangsung aman serta yang dilahirkan hidup dan sehat (Sarwono
Prawirohardjo, 2002).
Keluarga Berencana merupakan upaya peningkatan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan
ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Sedangkan Kesehatan Reproduksi merupakan kesehatan
secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang
berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya
kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan. Dalam pengertian kesehatan
reproduksi tersebut, terkandung di dalamnya pengertian tentang hak-hak reproduksi,
sebagai bagian dari hak azasi manusia. Hak-hak reproduksi tersebut antara lain adalah
hak untuk mendapatkan informasi (Sarwono Prawirohardjo, 2002).
Visi paradigma baru program keluarga berencana nasional adalah untuk
mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015. keluarga yang berkualitas adalah
keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal,
berwawasan ke depan, tanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, dan misi dari keluarga berencana nasional pada paradigma baru adalah
menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi sebagai integral
dalam meningkatkan kualitas keluarga. Keluarga adalah salah satu dari lima matra
kependudukan yang sangat mempengaruhi terwujudnya penduduk yang berkualitas
(Sarwono Prawirohardjo, 2003).
Pengertian mutu pelayanan mencakup dua dimensi : petugas pelayanan dan
klien, dan akses terhadap pelayanan kontrasepsi yang bermutu. Dari dimensi petugas
pelayanan yang dimaksud pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang bermutu
sesuai standar mutu pelayanan yang sudah ditetapkan, termasuk di dalamnya adalah
pemenuhan hak-hak klien. Dari dimensi klien, pelayanan dianggap bermutu apabila
pelayanan mampu memberikan kepuasan kepada klien. Dengan kata lain, pelayanan
yang bermutu adalah pelayanan yang mampu memenuhi kebutuhan dan tuntutan serta
hak-hak klien Apabila dianalis lebih mendalam, ternyata keberhasilan tersebut belum merata.
Tingkat fertilitas pada keluarga miskin ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan
keluarga yang tingkat ekonominya lebih tinggi, berturut-turut tingkat fertilitas
tersebut adalah 3.0 dan 2.2. (http://www.bkkbn.go.id/ditfor/ program_detail.php).
Saat ini baru 66% pasangan usia subur (PUS) di Indonesia yang mengikuti
program keluarga berencana (KB). Pemerintah telah menetapkan tiga skenario untuk
menekan pertambahan jumlah penduduk hingga 2015. Pertama, jika peserta KB
meningkat 1% setiap tahun, penduduk Indonesia hanya akan menjadi 237,8 juta jiwa.
Kedua, bila peserta KB tetap konstan 60%, penduduk Indonesia akan bertambah
menjadi 255,5 juta jiwa. Ketiga, jika peserta KB menurun menjadi 0,5% per tahun,
jumlah penduduk Indonesia akan membengkak menjadi 264,4 juta jiwa
(http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional).
Data Pasangan Usia Subur untuk Kabupaten .......... ....... pada tahun 2006
sebanyak 194.379 pasangan sedangkan yang mengikuti program KB sebagai peserta
baru dan peserta aktif sebanyak 150.230 pasangan atau mencapai 81,84%
(www.depkes.co.id/profil-lampung.pdf, 2006).
Data PUS untuk Desa Sukoharjo pada tahun sampai dengan bulan Mei 2010
terdapat 884 PUS dan cakupan pelayanan Keluarga Berencana yang ditetapkan
sebesar 707 PUS (80%) dari jumlah PUS, sedangkan relasisasi pencapaiannya baru
mencapai 654 PUS (73,9%).
Pengumpulan data PUS untuk Desa xxx pada tahun 2006 sebanyak 763
PUS dan yang mengikuti program KB sebanyak 572 PUS (74,9%), pada tahun 2007
sebanyak 821 PUS dan yang mengikuti program KB sebanyak 602 PUS (73,3%), dan
untuk data tahun 2010 sebanyak 884 PUS dan yang mengikuti program KB hanya
mencapai 654 PUS (73,9%). Dari data tersebut dapat diketahui pula jumlah PUS yang tidak mengikuti program KB dari tahun 206 sampai 2010 berturut-turut adalah 191
PUS (25,1%), 219 PUS (29,7%), dan 230 PUS (26,1%) (Profil Desa xxx,
2010).
Berdasarkan data tersebut maka permasalahan yang melatarbelakangi
penelitian mengenai karakteristik PUS yang tidak mengikuti KB di Desa Sukoharjo
adalah adanya kenaikan dan penurunan jumlah pasangan Usia Subur yang tidak
mengikuti Program KB di Desa xxx Kecamatan xxx .......... ........
B. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang masalah, maka diambil rumusan masalah
dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana karakteristik Pasangan Usia Subur yang
tidak Mengikuti Program Keluarga Berencana di Desa xxxxx Kecamatan
xxxx .......... ....... tahun 2011 ?”.
C. Ruang Lingkup
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Objek Penelitian : Karakteristik Pasangan Usia Subur yang tidak
Mengikuti Program Keluarga Berencana di Desa
xxx Kecamatan xxx .......... ....... tahun
2011.
3. Subjek Penelitian : Semua Pasangan Usia Subur yang tidak Mengikuti
Program Keluarga Berencana di Desa xxx
Kecamatan xxx .......... ....... tahun 2011.
4. Lokasi Penelitian : Desa xxxx Kecamatan Sekampung .......... ........
5. Waktu Penelitian : Bulan xxx-xxx 2011.
6. Alasan Penelitian : Untuk mengetahui karakteristik Pasangan Usia Subur
yang mempengaruhi mereka sehingga tidak mengikuti
program KB.
D. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Karakteristik Pasangan Usia Subur yang tidak
Mengikuti Program Keluarga Berencana di Desa xxx Kecamatan
xxx .......... ....... tahun 2011.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai bahan untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan agar lebih
memahami dan mengerti hal-hal yang berhubungan dengan pasangan usia
subur dan Keluarga Berencana.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai salah satu bahan masukan bagi tenaga kesehatan untuk menambah
pengetahuan mengenai karakteristik pasangan usia subur di Desa xxx
Kecamatan xxx .......... ........
3. Bagi Akademi Kebidanan xxx
Sebagai masukan untuk memperluas wawasan mahasiswa dan menambah
sumber referensi di perpustakaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Telaah Pustaka
1. Pasangan Usia Subur
Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami isteri yang isteri
dan suaminya berusia 15-49 tahun (http://www.datastatistik-indonesia.com/
content.html).
2. Keluarga Berencana
Menurut WHO Expert Committee (1970), Keluarga Berencana adalah
tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk:
 Mendapatkan objektif-objektif tertentu.
 Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan.
 Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan.
 Mengatur interval di antara kehamilan.
 Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami isteri.
 Menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Secara garis besar definisi ini mencakup beberapa komponen dalam pelayanan
Kependudukan/KB yang dapat diberikan sebagai berikut:
 Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE).
 Konseling.
 Pelayanan kontrasepsi (PK).
 Pelayanan infertilitas.
 Pendidikan seks (sex education).
 Konsultasi pra-perkawinan dan konsultasi perkawinan.
 Konsultasi genetik.
 Test keganasan.
 Adopsi. (Hanafi Hartanto, 2003)
3. Sasaran Program Keluarga Berencana
Program Nasional KB diarahkan pada dua bentuk sasaran :
a. Sasaran langsung :
Yaitu Pasangan Usia Subur (PUS) (15-49 tahun), dengan jalan mereka
secara bertahap menjadi peserta KB yang aktif lestari, sehingga memberi
efek langsung penurunan fertilitas.
b. Sasaran tidak langsung :
Yaitu organisasi-organisasi, lembaga-lembaga kemasyarakatan, instansiinstansi
pemerintah maupun swasta, tokoh-tokoh masyarakat (alim ulama,
wanita,dan pemuda), yang diharapkan dapat memberikan dukungannya
dalam pelembagaan NKKBS.
Untuk mencapai sukses yang diidamkan tersebut maka ditempuh strategi
tiga demensi yaitu:
Perluasan Jangkauan
Semua jajaran pembangunan diajak serta untuk ikut menangani program
KB dengan sebaik-baiknya. Juga sekaligus mengajak semua PUS yang
potensial untuk menjadi akseptor KB yang les tari. Istri pegawai negeri,ABRI dan pemimpin masyarakat diajak menjadi pelopor yang dapat
diandalkan agar masyarakat mengikutinya dengan senang hati dan penuh
kebanggaan.
Pembinaan
Organisasi yang sudah mulai ikut serta menangani program diajak serta
mendalami lebih terperinci apa yang terjadi, dan kepada mereka makin
diberi kepercayaan untuk ikut menangani program KB dalam
lingkungannya sendiri. Para akseptor mulai diajak untuk memilih metode
KB yang lebih dapat diandalkan dan tujuan KB makin diperluas untuk
meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan mengikut-sertakan para
akseptor itu sendiri untuk menjadi sumber daya manusia, menjadi petugas
sukarela, untuk lingkungannya sendiri. Mulai dikenalkan programprogram
Pos KB, Posyandu, kegiatan peningkatan pendapatan keluarga,
pembinaan anak-anak dan sebagainya.
Pelembagaan dan Pembudayaan
Dimulai dengan alih kelolah dan alih peran oleh masyarakat sendiri dan
akhirnya sampai kepada tahapan awal KB-Mandiri yaitu masyarakat akan
mencapai suatu tingkat kesadaran di mana ber-KB bukan hanya karena
ajakan atau suruhan semata melainkan atas dasar kesadaran dan keyakinan
sendiri. Dengan pengertian KB atas kesadaran dan keyakinan sendiri
tersebut kini tengah digalakkan KB-Mandiri.
Strategi ini dilengkapi dengan pendekatan Panca Karya yang
mempertajam sasaran dan memperjelas target, yaitu pasangan usia muda
dengan paritas rendah, PUS dengan jumlah anak yang cukup, generasi muda,
remaja dan anak-anak, pelembagaan fisik dengan pengelolaan yang
profesional dan pelembagaan non-fisik yang ikut menjamin ketenangan batin,
pengetahuan dan sikap yang mantap serta kesertaan yang dilandasi dengan
kepuasaan batiniah yang tidak tergoyahkan.
Dengan penajaman pendekatan yang bersifat kemasyarakatan dan wilayah
paripurna tersebut, maka program KB tidak menunggu sasarannya lagi, tetapi
bersifat aktif dan ofensif menolong yang lemah dan membantu mereka yang
siap untuk mengambil alih dan berperan dalam Gerakan KB yang makin
mandiri (Hanafi Hartanto, 2003).
4. Pelayanan Keluarga Berencana Terpadu
Meliputi pelayanan tehnis dan pelayanan penyuluhan dari enam program
utama yaitu:
a. Pelayanan Gizi
Penimbangan balita, pemberian paket gizi, penyuluhan gizi.
b. Pelayanan KIA
Pemeriksaan kehamilan, bayi, penimbangan bayi, pemeriksaan ibu
menyusui, penyuluhan KIA, dan pemeriksaan anak balita.
c. Pelayanan KB
Pelayanan kontrasepsi, pemeriksaan ulang kontrasepsi, dan penyuluhan
KB.
d. Pelayanan Imunisasi
Pemberian immunisasi pada ibu hamil, bayi dan penyuluhan immunisasi.
e. Pelayanan Diare
Pemberian Oralit, penyuluhan diare, pembuatan larutan GulaGaram.
f. Pelayanan Kesehatan Lingkungan:
Pengadaan jamban keluarga, sarana air bersih, sarana pembuangan air
limbah, dan penyuluhan kesehatan lingkungan (Hanafi Hartanto, 2003).
5. Kontrasepsi
Kontrasepsi adalah suatu upaya mencegah kehamilan yang bersifat sementara
ataupun menetap dan dapat dilakukan tanpa menggunakan alat secara mekanis.
Menggunakan obat atau alat atau dengan operasi (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Pelayanan Kontrasepsi mempunyai 2 tujuan :